Ansos For Homeschoolers Semarang, CV Saya
Curriculum Vitae / biodata pribadi, terutama
menceritakan kerja-kerja yang pernah dilakukan di bidang
pendidikan/homeschooling, dan alasan menjadi homeschooler.
Nama : Wimurti Kusman (Moi)
Tempat tanggal lahir :
Jakarta, 20 Desember 1962
Status : Menikah, dengan tiga orang anak.
Alamat : Pondok
Cilegon Indah Blok D 103 no. 1 Cilegon, Banten.
Pekerjaan : Ibu rumah tangga, guru Bahasa Inggris.
Saya sebelumnya tidak pernah
merencanakan untuk melakukan homeschooling bagi anak-anak kami. Saya adalah ibu
yang boleh dibilang ‘posesif’ yang tidak rela pengasuhan anak dikerjakan oleh
orang lain. Jadi sejak pagi hingga malam hari, anak-anak dipegang oleh saya dan
suami, yang kebetulan berprinsip serupa. Saya memang tidak pernah ingin bekerja
kantoran yang mengharuskan saya untuk berangkat pagi, pulang sore; jenis
pekerjaan nine to five, Senin sampai Jumat. Saya bukan tipe ibu atau perempuan
yang lebih suka kongkow-kongkow dengan teman, sementara anak-anak dengan
pengasuh. Kalau pun itu saya lakukan, maka saya akan bawa serta anak-anak saya
karena rasa ketidak-percayaan saya. Karena sifat pengasuhan saya yang demikian,
dengan segala kekurangan dan kelebihannya, maka anak-anak tumbuh dekat dengan
saya dan ayah mereka. Kami membesarkan anak-anak berdua, sambil belajar, jatuh,
dan bangun.
Saat menyekolahkan anak-anak, mulailah
kami melihat pola pengasuhan yang dilakukan orang lain, juga pola pendidikan
dan pengajaran yang dilakukan guru-guru anak-anak yang kami temui sejak masih
TK. Mulailah kami berbenturan dengan ketidaksetujuan pada pengasuhan, terutama yang
dicontohkan orangtua murid teman anak-anak, juga pada pendidikan dan pengajaran
yang diberikan oleh guru di sekolah. Kami sadar tidak ada yang sempurna, tapi
rasanya sedih saat orangtua nongkrong menunggui anak-anak sekolah dengan
ngobrol ngalor ngidul tidak perlu. Atau anak-anak tidak bisa mengerjakan soal
ulangan tapi temannya yang les pada guru bisa mengerjakannya karena teman
tersebut les pada gurunya. Akhirnya terpaksa kami leskan juga supaya bisa. Tapi,
sungguh itu bertentangan dengan hati nurani kami. Anak sulung kami, lahir 1992,
juga sering dianggap pembangkang, dan sering dibandingkan dengan adiknya,
kelahiran 1994, yang dianggap anak manis oleh guru.
Lalu saya membaca satu artikel di
harian Kompas tentang keluarga-keluarga Indonesia yang melakukan homeschooling.
Saya cerita kepada anak-anak saya tentang betapa menariknya artikel yang saya
baca itu, dan alangkah serunya kalau kami bisa melakukannya. Saat itu si tengah
di kelas 6 SD, di tahun 2005. Rupanya dia tertarik dengan cerita saya dan
berkata ingin di rumah saja setamatnya SD. Saat itu saya belum siap, jadi saya
masukkan ia ke SMP. Saya pun mencari tahu apa dan bagaimana homeschooling itu
lewat internet. Saat itu belum era facebook. Sampai akhirnya saya berjumpa
dengan seseorang yang dapat meyakinkan saya untuk melakukan homeschooling.
Di saat yang hampir bersamaan, anak
tertua kami dinyatakan tidak naik kelas dari kelas 7 ke kelas 8. Ini satu
kejutan yang tidak disangka karena di semester pertama tidak ada warning
apa-apa dari gurunya, tiba-tiba menjelang pembagian rapor di semester genap,
anak pertama kami dinyatakan tidak naik kelas. Ketika ditanya sebabnya, jawab
wali kelasnya: “Anak tidak perlu pintar, Pak, yang penting nurut.” Itu lagi salah
satu bentuk kekecewaan kami pada sekolah.
Di semester pertama di kelas 7,
akhirnya anak ke dua kami berhenti dari sekolah. Dialah yang pertama kalinya
menjalani homeschooling. Dia tidak betah di sekolah karena SMP-nya saat itu
merupakan sekolah swasta milik salah satu perusahaan di bawah Kementerian BUMN,
dan pihak sekolah sering tunduk pada murid-murid yang orangtuanya pejabat di
perusahaan, dan karena kami bukan karyawan perusahaan itu, sepertinya kami
dianaktirikan.
Anak pertama kami menyusul adiknya
untuk bersekolah di rumah 2,5 tahun kemudian, saat ia berada di semester
pertama di kelas 10. Alasannya: dia ingin mendalami musik, jadi tidak ingin
mempelajari mata pelajaran yang tidak berhubungan dengan musik. Sementara anak
bungsu kami, kelahiran 2003, praktis tidak pernah bersekolah.
Anak sulung kami lulusan Program Vokasi
Periklanan dari Fakultas Komunikasi Universitas Indonesia. Sekarang bekerja,
dan berhasrat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata 1. Anak ke dua,
lulusan Jurusan Filsafat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Saat ini
sedang berada di Inggris karena mendapat beasiswa dari LPDP (Lembaga Pengelola
Dana Pendidikan) dari Kementerian Keuangan, mengambil Program Studi MA di
bidang Education, Gender, and International Development di University College
London.
Comments