Ansos For Homeschoolers Semarang, Sistem Pendidikan Yang Ideal & Bagaimana Cara mewujudkannya

Seperti apa seharusnya sistem pendidikan yang ideal? Menurut Anda, bagaimana cara mewujudkannya? Tulislah esai maksimal 2 halaman A4.

Terus terang saya belum pernah sempat untuk mencari tahu secara detil bagaimana sistem pendidikan Finlandia yang kondang itu. Sedikit saja yang saya ketahui, salah satunya tidak adanya PR, lalu anak-anak lebih banyak belajar di luar rumah, yang artinya jam di sekolah tidak berpanjang-panjang. Saya percaya bahwa pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang paripurna, lengkap bukan saja duduk diam, tapi lebih banyak berkegiatan mengerjakan praktik.

Saya ingin menceritakan transisi saya dari orangtua anak yang bersekolah di sekolah umum, menjadi orangtua anak homeschooling. Dari seorang ibu yang menitipkan anak ke sekolah, menyerahkan pendidikan hampir 100% pada sekolah, lalu bisa bebas memiliki “me time,” menjadi seseorang yang bertanggung jawab 100% pada pendidikan anak karena memilih untuk homeschooling.

Hampir semua, atau bisa dikatakan semua orangtua yang hadir di acara Ansos ini adalah produk sekolah. Kita semua tahunya anak masuk sekolah, lalu serahkan semua pada guru-guru di sekolah. Kalau kita membayar mahal maka demand kita pada sekolah juga akan semakin tinggi. Padahal anak itu titipan-Nya yang wajib dididik dan diajar oleh orangtuanya masing-masing.


Saat menjadi orangtua homeschooler, ketika melihat murid-murid saya di tempat saya mengajar, saya jadi sadar bahwa yang mereka butuhkan adalah orang yang menghargai keunikan mereka. Para guru dan orangtua sebaiknya mengerti dan sadar, dan kemudian merayakan perbedaan ini dengan mendukung apa pun keunikan mereka. Saat dihargai dan didukung, anak akan jadi percaya diri bahwa apa pun yang mereka pilih, janganlah ragu, karena itulah yang terbaik. 

Di tempat saya mengajar, saya menjadi saksi tumbuhnya manusia, sejak mereka SD, terus sampai ke bangku kuliah, bahkan ada sebagian yang sudah bekerja, datang lagi untuk belajar. Betapa kurang bijak rasanya bila dari anak SD yang ceria, ramai, banyak bertanya, kritis, lalu berubah jadi individu apatis, hanya datang karena diabsen tapi di kelas tidak partisipatif. Ada yang salah. Bisa di rumah, bisa di sekolah, bisa gabungan ke duanya.

Saat menjadi orangtua homeschooler, cara memandang anak/siswa menjadi berbeda. Rasanya jadi tidak adil memberi anak dengan nilai angka. Lebih adil buat saya untuk bercerita sedikit tentang anak tersebut, apa kelebihan-kelebihannya, apa hal-hal yang harus lebih banyak diasah dan dikembangkan. Kalau pun saya harus menilai anak dengan angka, maka nilai minimal saya adalah 80 dari 100. Hal ini saya lakukan karena saya telah mengadakan pendekatan pada siswa, bukan cuma melihat bagaimana perkembangannya dalam belajar, tapi juga melihat latar belakang kehidupannya, orangtuanya, saudara kandungnya, bagaimana ia dibesarkan, ekonominya, dan mungkin beberapa faktor lain yang bisa saja ditemui saat berhadapan dengan siswa tersebut satu per satu.

Pendidikan ideal juga menggabungkan kegiatan indoor dan outdoor, dengan menitik beratkan pada kegiatan outdoor. Anak-anak harus dikenalkan sedini mungkin dengan pendidikan lingkungan hidup agar dapat menjaga bumi, tidak dalam teori, tapi lebih pada praktik di alam bebas. Kegiatan outdoor juga termasuk kegiatan olahraga yang juga menjadi titik penting dalam menjaga kesehatan. Saat melakukan hal ini, anak digiring pada pengetahuan gizi, penghargaan pada makanan tradisional yang kaya ragam dan gizi, pelajaran biologi, budi daya tanaman pangan, bagaimana bisa swa sembada, menjaga lingkungan hidup, menjaga tanah, bisa dikaitkan juga dengan Pendidikan Agama, Fisika, Biologi, Sosial Budaya, Geografi, Matematika, dan banyak lagi.

Tidak juga dilupakan adalah pendidikan life skill yang dilakukan di rumah, seperti menyapu, mengepel, membersihkan perabot, jendela, dan kamar mandi, mencuci piring, mencuci baju, membersihkan halaman, sampai memasak. Ini adalah hal yang jarang disinggung di sekolah, padahal sangat penting. Pengetahuan tentang bumbu-bumbu, trik-trik membersihkan yang ramah lingkungan, pengetahuan makanan daerah dibanding makanan instan dan makanan asing, adalah hal yang tidak kecil untuk diabaikan begitu saja.

Apa jalan keluarnya?

Guru dan orangtua haruslah melihat manusia sebagai manusia yang berbeda satu sama lainnya, sehingga menghargai anak dengan keunikannya masing-masing. Titik dasar berpikirnya adalah harus berpikir bahwa semua anak itu baik, semua anak itu pintar dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ilmu Kecerdasan Majemuk itu penting dipakai sebagai acuan. Jadi ketika satu anak dikatakan bermasalah, yang dicari adalah akar masalahnya, bukan mencap bahwa anak tersebut tidak baik. Dengan kerangka berpikir seperti ini, maka pemangku kebijakan dapat dengan arif membuat undang-undang yang berpihak pada anak dan kemaslahatannya. 

Guru dan orangtua haruslah manusia yang dididik sebagai pembelajar sejati yang selalu belajar dari buaian sampai liang lahat. Mereka harus sadar bahwa ilmu terus berubah. Apa yang disebut mutakhir saat ini dapat dengan mudah berubah dalam hitungan hari. 20 tahun yang lalu tidak banyak diketahui adanya hal tentang anak berkebutuhan khusus, tapi sekarang ada beragam kebutuhan anak yang harus diketahui atau paling tidak diterima dengan pikiran terbuka. 

Comments

Popular Posts