Janda? Widow atau Divorcee?

Lady Diana Spencer
Princess of Wales
"Janda cantik boleh ikut."

Seketika aku tersentak dan sedikit emosional selesai aku baca kalimat itu di grup whatsapp di mana aku salah satu anggotanya. Setiap kata "janda" disebut dengan maksud seperti menyanjung tapi dengan maksud lain yang merendahkan, terbit ketidaksukaanku, atau bisa dibilang kemarahanku. Mengapa janda disebutkan dengan niat terselubung? Mengapa tidak dengan duda? 
Aku yang sebetulnya tidak terlalu banyak aktif di grup itu, dengan serta merta membalas bertubi-tubi. 

"Gak boleh SARA ah. Janda itu di Indonesia tidak disokong oleh pemerintah, padahal seharusnya perempuan dan anak-anak, termasuk janda harus dilindungi negara. Veteran yang jelas-jelas berjuang buat kemerdekaan saja tidak (belum) diperhatikan; apa lagi "cuma" janda. Aku perempuan dan berada di pihak para janda (dan anak-anak dari suami yang sudah meninggalkan mereka)! Bilang "janda" dengan konteks merendahkan mereka itu menurutku sama dengan merendahkan ibu-ibu kita yang sudah ditinggal ayah-ayah kita ke alam baka."

Lalu aku lanjutkan dengan sedikit pengetahuan yang aku tahu. Dalam bahasa Inggris ada dua kata benda yang berbeda untuk menyebutkan perempuan yang sudah berpisah dengan pasangan hidup mereka. Ada"widow" untuk sebutan perempuan yang ditinggal meninggal suaminya; dan ada kata "divorcee" untuk perempuan yang berpisah dengan suami karena perceraian. Ke dua kata tersebut diterjemahkan "janda" dalam bahasa Indonesia, dengan sedikit tambahan "janda mati" dan "janda cerai" sebagai keterangan tambahan. Tanpa bermaksud merendahkan yang satu dengan yang lain, kata "widow" lebih "membanggakan" statusnya, karena sang istri sudah setia pada suami sampai maut memisahkan. Namun, bila pun perempuan itu seorang "divorcee", TIDAK ada alasan untuk SIAPA PUN merendahkan mereka dengan menganggap bahwa semua janda itu kesepian. Oh, please deh.

Stigma tersebut semakin kuat salah satunya dengan lagu-lagu, terutama dangdut dengan tema "janda" yang banyak terdengar di masyarakat. Lagu-lagu yang diputar keras-keras di pernikahan yang diselenggarakan di perumahan, didengar oleh anak-anak, dan tertancap di pikiran anak-anak sampai mereka besar. Ditambah tidak adanya koreksi di rumah oleh ayah ibu, maka pandangan anak-anak, yang bukan saja anak-anak lelaki. tetapi juga perempuan terhadap janda itu selalu negatif. Mereka bahkan lupa bahwa nabi Muhammad SAW menikahi seorang Siti Khadijah yang janda, dan beliau mencintai istrinya itu sampai sejarah mencatatnya sebagai salah satu kisah cinta yang indah dan patut dikenang sepanjang jaman. Terpikir olehku, adakah lagu-lagu dalam bahasa lain dengan tema "janda?" Menarik juga mengapa kita sangat "terobsesi" dengan kata satu itu, dan me-lebay-kannya? 

Jacqueline Bouvier
Mrs. John Fritzgerald Kennedy
Tidak ada seorang pun yang ingin menjadi janda; janda apa pun, karena pasangan hidup itu dalam bahasa Jawa disebut "garwa" (dibaca garwo, dengan huruf "o" dibaca seperti membaca kata "songkok"); yang konon adalah singkatan dari "sigaraning nyawa" ("nyawa" dibaca "nyowo" dengan huruf "o" sekali lagi seperti membaca kata "songkok"), yang artinya lebih kurang "belahan jiwa." Jadi "janda" seperti Tjoet Nja Dien, Jacqueline Kennedy, atau janda seperti Maia Estianty, Lady Diana Spencer Princess of Wales, kita semua tidak bisa menghakimi begitu saja.

Buat aku pelajaran hari ini adalah sangat penting mendidik anak-anak, baik lelaki mau pun perempuan untuk menghormati sesama. Hal lain, juga memiliki harga diri pada apa pun yang dikerjakan dan disandang, asal menjunjung tinggi kemanusiaan. Menjadi orang yang berdedikasi dengan apa yang sedang dikerjakan sambil menghormati sesama mahluk hidup. Juga tidak menjadikan apa pun sebagai gurauan dengan maksud merendahkan, melecehkan, atau menghina. 


Foto:
1. Jacqueline Kennedy dari: http://criminalminds.wikia.com/wiki/File:Jackie_Kennedy.jpg
2. Diana Spencer dari: http://diana.again.ch/princess/lady.htm

Comments

Popular Posts