Kata WAJIB: Terima kasih

Terima kasih adalah kata WAJIB  di rumah kami dan salah satu adab sopan santun yang pertama kali kami ajarkan sejak anak-anak lahir. W-A-J-I-B dalam huruf besar! (pakai tanda seru pulak). Dimulai dari kami sebagai orang tua mengajarkan pada anak-anak. Pertama tentu kami meminta anak untuk mengucapkan hal tersebut sampai akhirnya kami semua terbiasa dan keluar dengan otomatis. 

Karena aku berketetapan untuk membesarkan anak bukan hanya dengan standard Indonesia tapi ingin mempersembahkan anak-anak bagi dunia; maka terima kasih menjadi lebih penting lagi. Kalau di Indonesia pada umumnya orang belum terbiasa mengucapkan berterima kasih, maka di belahan dunia lain terima kasih menjadi sebuah adab bersosialisasi wajib yang jika kita tidak mengucapkannya, maka jangan salahkan orang lain bila kita dianggap tidak berbudaya.

Bahkan kata "thanks" saja menjadi tidak cukup dan penerima ucapan seperti dapat menjawab dengan sebuah keheranan: "That's it all you can say?" Memang gak bisa apa dengan mengucapkan full "thank you" atau malah tepatnya "thank you very much for bla bla"? Atau orang Indonesia yang tidak mau merendah berkata terima kasih dan cukup berkata dalam bahasa Inggris supaya penekanannya tidak seperti terlalu merendahkan diri. Padahal sebaliknya, justru dengan tidak merendahkan hati untuk mengucapkan terima kasih dengan benar maka kita merendahkan diri kita. 

Saat pernah bekerja di manca negara saat selesai menyesaikan satu pekerjaan, ucapan wajib dari kami sesama tim adalah "thanks for bla bla bla" betapapun pahit, sulit maupun jeleknya hubungan yang terjadi dengan sesama kolega dalam melaksanakan pekerjaan itu. Atau di lain kesempatan, sudah lazim bila selesai dari jalan bersama, makan bersama, atau mengerjakan sesuatu bersama-sama, kami saling berterima kasih secara lengkap -bukan sekedar "terima kasih", "thank you" apa lagi "thanks"; yaitu dengan berkata: "thanks for the lovely evening"; "thank you for the trip"; "thanks very much for the time". Di konteks Indonesia tidak sering kita berkata lengkap seperti itu karena akan terdengar 'sinetronish'; tapi tidak salahnya culture ini ditambahkan pada budaya kita, bukan?

Aku sungguh prihatin; eh, maksudku sedih -males ah pakai kata "prihatin"; karena kata itu "trade mark" milik orang lain :p- melihat orang dewasa tidak terbiasa mengucapkan kata terima kasih. Itu mungkin "salah didik" tidak terbiasa; tanpa mengatakan bahwa didikan kami pada anak-anak sudah baik, karena kami sadar kami BANYAK kekurangannya. 

Bahkan se"tua" (tapi gorgeous) ini aku harus selalu mengingatkan diri sendiri sudahkah berterima-kasih secara lisan pada orang-orang yang harus aku terima-kasihi; terutama pada yang lebih muda dan lebih "rendah" secara heirarkhi; seperti pada anak-anak, keponakan, murid, atau siapapun yang dianggap lebih "rendah" secara jabatan struktural di tempat kerja. Sering kita lebih mudah berterima kasih pada yang so-called lebih kita hormati karena status dan ironisnya karena harta; tapi sering luput berterima kasih pada mereka-mereka yang aku sebut di atas. 

Makin semangat berterima-kasih saat mendengar tausyiah tokoh yang aku hormati, bapak Nurcholis Madjid atau cak Nur; bahwa berterima kasih kepada manusia adalah juga wujud terima kasih kepada Tuhan. Apa yang kita terima dari manusia pada dasarnya adalah cara Tuhan menyayangi dan memberi pada ciptaanNya. Sip kalau begitu. Jadi bisa aku simpulkan bahwa orang yang tidak tahu berterima-kasih adalah mereka yang tidak berterima-kasih juga pada Yang Maha Kuasa?

Terima kasih adalah juga bentuk penghargaan pada orang lain. Ada satu quote dari Einstein yang menurut aku "kena" banget agar kita berterima kasih dan menghargai siapapun. Quotenya adalah:




Artinya kurang lebih:
"Berkali-kali aku meingatkan diriku sendiri bahwa hidupku bergantung pada jerih payah orang lain; baik yang masih hidup maupun sudah meninggal dan aku wajib berusaha semaksimal mungkin untuk membalas kebaikan yang telah, sedang dan akan aku terima"

Nicely put, Albert! Top markotop.

Comments

Popular Posts