e-KTP milikku lebih dari 20 tahun yang lalu!

Minggu lalu aku terima surat panggilan dari kelurahan untuk pembuatan e-KTP. Jadi teringat lebih dari dua puluh tahun yang lalu saat aku harus mengurus segala tetek bengek hal kependudukan, dan semua gratis! Yak betul, lebih dari dua puluh tahun yang lalu! Aku bukan penduduk asli daerah itu. Aku bukan warga negara tempat aku membuat kartu identitas daerah tersebut. Tapi semua gratis, tis, tis!

Agak lupa-lupa ingat bagaimana kejadiannya. Saat itu aku datang sebagai pekerja migran di Hong Kong tahun 1987. Aku tidak harus mengurus ijin tinggal dan ijin bekerja karena itu telah dilakukan oleh perusahaan tempat aku bekerja. Namun aku tetap harus setor muka untuk melapor pada kantor setempat (entah kantor apa aku lupa). Aku masih ingat aku menerima surat panggilan via pos untuk hadir ke kantor tersebut. Hari kedatanganku ke kantor tersebut tidak tepat dijadwalkan, namun aku diberi kesempatan untuk hadir dari tanggal sekian sampai tanggal sekian. Sungguh memudahkan sekali karena mereka mengerti bahwa aku juga harus menyesuaikan jadwalku. 

Dan jika aku sudah memutuskan untuk hadir, sebelumnya aku diharapkan untuk memberi tahu kepada mereka via telepon. Dua puluh tahun lebih yang lalu dan selama kurang lebih lima tahun aku tinggal di Hong Kong, telepon dalam wilayah Hong Kong -baik pulau-pulau di sekelilingnya dan Kowloon yang masuk daratan China- itu -lagi-lagi- gratis! Yak, gratis. Aku ingat saat kesepian di flat aku bisa bertelepon dengan teman yang tinggal di flat lain berjam-jam-jam-jam; sampai kuping panas dan betul-betul gratis! Telepon genggam belum ada dan baru tampak di awal tahun 90-an. Jadi aku harus menelepon untuk memberitahukan pihak terkait kapan aku akan datang dan mereka menentukan jamnya. Wow, time is indeed more than money for them. Hebat!

Singkat cerita semua berjalan seperti biasa. Pegawai yang aku temui tidak berpakaian seragam seperti pegawai di Indonesia yang mengurus segala keperluan kependudukan pada umumnya. Mereka malah terlihat berpakaian tidak resmi, namun bersih dan rapih, bukan office style seperti yang aku bayangkan padahal kantor mereka terletak tidak jauh dari daerah termahal di Central, Hong Kong. Di waktu yang lain aku juga harus datang lagi untuk difoto karena saat kunjungan pertama itu cuma wawancara singkat, straght to the point, tanpa bertele-tele. Aku di foto di tempat lain, di kawasan yang juga elite di Tsim Sha Tsui, Kowloon. Seperti biasanyanya semua singkat, rapi, efisien, khas Hong Kong. Pegawai semua melakukan tugas tanpa becanda sana sini.

Di kartu identitas itu tidak ada masa berlaku, tanda tangan, agama, pekerjaan, golongan darah, tempat lahir, bahkan alamat, jenis kelamin dan tidak jelas apa kebangsaanku di sana. KTP langsung jadi lengkap dilaminasi. Sungguh sederhana untuk Hong Kong yang saat itu -dan ironisnya sampai sekarang- jauh lebih kaya raya dibanding Indonesia. Tidak juga ada ketentuan bahwa saat difoto harus menggunakan baju dengan kerah. Saat itu Hong Kong memang masih di bawah Inggris sebelum akhirnya diserahkan tahun 1997. Tapi aku rasa etos kerja akan sama saja sekarang. Kartu identitas itu masih aku simpan sampai sekarang. Saat menunjukkannya pada anak-anakku, aku dapat mengestafetkan banyak nilai-nilai yang bisa dipelajari dari hanya sekedar kartu biasa. Salah satunya adalah, segalanya, kalau kita mau, pasti bisa. Tidak ada yang susah. Tidak ada yang ribet. 

Comments

Anonymous said…
Wah....ibu moi..
Ada fotonya jaman dulu...trnyata disitu udah lama ya
Pake e-ktp..
Hihihi
arif said…
lalu, disini..? :)
Moi Kusman said…
@mas Abi: Masa indah jadi TKW :D

@arif: Kita lihat saja :D

Popular Posts