Kalau sambil menyelam minum air; sambil menunggu? Garing?

Menunggu ibu mengajar;
Fattah bawa mainan mobilnya ;-)
Sebagai ibu dan juga orang yang sudah hidup cukup lama di dunia ini, aku punya sejarah yang panjang dalam hal menunggu. Sebut saja menunggu antrian dokter ob-gyn, suami pulang kantor supaya ganti jaga bayi, antri dokter anak, berenang (baca: bermain air, sebab saat itu mereka belum bisa), di sekolah karena anak tidak mau ditinggal (waktu masih sekolah), di rumah was-was anak belum pulang-pulang dari sekolah (sekali lagi waktu masih sekolah), dokter gigi, game arcade, tempat-tempat wisata, bla, bla, bla, sampai akhirnya menunggu anak-anak remajaku jam berapa pulang dari jalan bersama teman-temannya karena memastikan mereka aman-aman saja. Semua menunggu atas nama cinta, tapi tetap saja yang namanya menunggu adalah sebuah tantangan melawan kebosanan. Well, karena tahu akan bertarung -dan pertarungan ini TIDAK adil- supaya kebosanan berubah jadi tidak terlalu bosan lagi; maka perlu ada persiapan.

Fattah dan bapak;
sambil menunggu pada satu kesempatan.
Menurutku menunggu ada dua kategori; menunggu bersama orang-orang yang kita kenal, seperti menunggu di sekolah, di klub olah raga tempat anak-anak berpartisipasi, di tempat kursus; dan menunggu sendirian, seperti di bandara, di praktek dokter, bank dan sebangsanya. Buat sebagian besar orang kategori pertama lebih nyaman karena orang-orang nya sudah jelas dan obrolan sudah tahu arahnya. Kategori satu menjadi jauh lebih nyaman bila kebetulan bertemu dengan orang dengan interest yang sama. Menunggu kategori ke dua lebih menantang (untuk tidak mau menyebut menyiksa). Tapi siapapun dia harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan ini; kategori menunggu satu maupun dua.

Menunggu sambil main...
Confusius berkata, "Success depends upon previous preparation, and without such preparation there is sure to be failure" - "Kesuksesan bergantung pada persiapan sebelumnya, dan tanpa persiapan itu maka dipastikan akan terjadi kegagalan." Persiapan pertarungan yang utama adalah buku; "bawa bacaan" adalah istilahnya di keluarga kami dan ini bukan sesumbar atau pencitraan. Musuh sudah jelas dan kita tidak punya pilihan selain menunggu di ruang tunggu dengan televisi yang memutar acara yang tidak layak tayang untuk anak yang didominasi oleh orang dewasa haus berita gosip; atau majalah tua yang beritanya sudah kadaluarsa! Tidak ada pilihan lain maka "bawa bacaan" -amunisi wajib minimal- tidak mungkin ditawar. Biarlah seluruh penonton terpesona pada tayangan yang tidak memesona itu yang sungguh sayang disayang menyianyiakan waktu prima anak -dan orang tua dengan membiarkan waktu terbuang percuma. 

... atau bermain kartu.
Sungguh ironis banyak orang tidak suka menunggu karena menunggu itu bosan, tapi tidak melakukan apa-apa untuk mencegah agar kebosanan tidak terlalu menyiksa dan hanya pasrah dengan pilihan yang ada lalu kembali mengeluh karena bosan. Kalau orang dewasa saja sudah tidak tahan, bayangkan kalau anak-anak yang bosan. Bawa mainan, krayon - buku mewarnai, kartu, selain tentu saja "bawa bacaan." Kami tidak terlalu merekomendasikan mainan elektronik karena kami punya jadwal untuk main ini, kecuali menunggu pada hari dimana anak-anak boleh main game, yaitu di hari libur. Tantangan akan semakin intens saat menunggu di dokter sejuta umat yang pasiennya mengular naga panjangnya. Ekstra sabar dan putar otak agar anak (dan akhirnya juga orang tua) merasa nyaman. Bawa minum dan snack sehat sendiri. Selain lebih hemat dan sehat, buat kami ini adalah pesan kepada anak bahwa orang tua mereka serius menjaga kesehatan dan hidup hemat. Mensosialisasikan kondisi kepada anak sebelum berangkat juga hal yang penting; menyiratkan pesan bahwa bisa saja akan menunggu lama; tidak ada yang suka namun itu yang ada; jadi mari melakukan sesuatu sambil menunggu. Selain melatih menghargai waktu, ini adalah salah satu saat yang tepat untuk mengajarkan etika sopan santun, yaitu duduk yang baik dengan kaki selalu di bawah. :D

Comments

Popular Posts