Tidak Ada Yang Sempurna; Belajar Tentang Kejujuran Dan Kerja Keras

Membawa Fattah ke tempat kerja seperti yang aku tulis di sini tidak selalu menjadi kisah sukses mulus ala sinetron happy ending tanpa cela. Seperti kemarin, karena mengajar dua kelas dari jam 14:00 sampai menjelang maghrib, seperti biasa segala logistik disiapkan; buku latihan matematika, dan buku latihan menulis. Khusus latihan yang terakhir ini, karena jarang menulis dan lebih banyak mengetik, maka tulisan Fattah masih kurang baik. Karenanya latihan tiap hari itu harus. Satu lagi yang tak kalah penting, kami masih punya kue cubit kesenangan Fattah yang kemarin dibeli di abang yang mangkal dekat kursus musiknya. Lumayan sekali untuk mengganjal perut.

Buku milik Donna,
sekarang milik Fattah.
Seperti biasa Fattah sebetulnya lebih tertarik memperhatikan apa yang aku ajarkan. Berhubung materinya sama dengan kelas hari Senin dimana Fattah juga ikut karena renangnya dibatalkan lantaran hujan, jadi Fattah sudah hafal urutan pelajaran yang sedang dibahas. Hari itu aku berniat untuk mengubahnya, bukan latihan 1 lalu latihan 2, tapi latihan 2 dahulu baru 1. Di tengah mengajar Fattah menghampiriku dan sambil berbisik dia berkata padaku bahwa urutanku salah. Walah.

Fattah sedang mengerjakan latihan matematika di buku yang hari Sabtu datang via ekspedisi layanan antar. Sahabatku Ratna yang juga sesama ibu homeschooling beres-beres buku-buku putrinya Donna, dan menawarkan buku-bukunya buatku dan beberapa teman. Kami membawa satu buku untuk dikerjakan Fattah ke tempatku mengajar. Bukunya tentang soal matematika bercerita yang mengasah logika selain mengasah kepandaian berhitung. Soal-soalnya tidak terlalu susah. Di bagian belakang ada cara pemecahan dan jawabannya. Waktu pertama kali  mengerjakan, Fattah semangat sekali, sampai mengerjakan hingga cukup larut malam. Nah, hari itu aku minta dia meneruskan, tidak usah banyak-banyak; 10 soal cukup. Dan saat itu, di kelas, aku mengingatkannya.

Aku kembali mengajar, menerangkan, dan memberi para peserta latihan untuk topik hari itu. Ketika peserta mengerjakan latihan, aku ke laptop untuk mengisi daftar hadir yang ada di file di komputer. Fattah berkata padaku kalau dia sudah selesai. Sangat mencengangkan ketika Fattah bilang dia sudah selesai semua, padahal di rumah dia baru sampai di soal 4o sekian. Aku bertanya pada Fattah apakah dia lihat jawaban di halaman belakang, sambil kutatap matanya. Fattah sejenak tidak berkata apa-apa; lalu menyambung sambil menundukkan wajahnya dengan: "Maaf, bu."

Aduh, kesal sekali! Dalam keadaan mengajar seperti yang sedang aku hadapi saat itu, sungguh tidak mudah karena aku tidak bebas mengeluarkan amarahku. Aku berkata singkat bahwa itu curang dan ini seperti korupsi! Aku spontan memintanya menjawab pertanyaanku yang akan aku tulis. Menyaksikan aku tidak suka, Fattah mulai terisak perlahan. Dia dihukum oleh rasa bersalahnya sendiri. Semua tangisnya ditahan karena dia di hadapan banyak orang. Dengan cepat aku menulis pertanyaanku di kertas untuk dijawab Fattah di buku latihan menulis. 
  1. Ceritakan mengapa kamu tidak mengerjakan matematika dengan jujur?
  2. Apa perasaanmu?
  3. Apakah kamu mau mengulanginya?
  4. Mengapa? Mengapa tidak?
  5. Mengapa kita tidak boleh curang?
  6. Apa akibatnya kalau kita curang?

Aku kembali mengajar. Fattah menulis sambil terlihat kebingungan. Saat aku beberapa kali menghampiri meja tulis untuk mengambil ini itu dan keperluan lain, Fattah berkata bahwa ada pertanyaanku yang dia tidak bisa jawab. Tidak mudah juga bagiku untuk mengoreksi jawabannya di waktu yang singkat. Di saat jeda 30 menit untuk kelas berikutnya, sambil mengoreksi jawabannya, aku memintanya menghapus semua jawaban yang ditulisnya yang didapatnya dari kunci jawaban.

Di nomor 5, Fattah bicara tentang dosa. Dosa atau pun tidak dosa, aku bertanya pada Fattah apakah dia mau dicurangi? Mau orang berbuat curang padahal ia ingin mereka tidak curang? Apa rasanya? Fattah dengan mudah menjawab semua pertanyaan tambahan dariku. Case closed, dengan harapan ini jadi pijakan untuk hal yang lebih baik di depan. 

Comments

Popular Posts