Menonton Film India Taare Zameen Par, Every Child is Special


Bukan penggemar film India, atau lebih tepatnya terlalu lama terekspos film-film buatan negara barat padahal film-film buatan negara Asia dan belahan dunia lain juga sama kerennya, baru saja aku menonton satu film India berjudul Taare Zameen Par atau Every Child is Special yang trailernya aku lekatkan di bawah paragraf ini. Belum juga kering air mata haru selepas menonton film tersebut, rasanya tidak adil kalau tidak berbagi, maka langsung saja aku tulis di sini.


Aku tahu tentang film ini dari buku yang sangat bagus yang menurutku wajib dibaca oleh orangtua dan guru, Anak Bukan Kertas Kosong tulisan Bukik Setiawan. Aku ingin kutip tulisan mas Bukik di bawah ini, tulisan yang pada saat membaca juga membuatku berlinang air mata, tulisan yang membuatku sertamerta mencari film ini:
Izinkan saya memperkenalkan Ishaan. Ia berumur delapan tahun dan suka menggambar di mana saja. Di dinding kamarnya, Anda akan melihat gambarnya tertempel dan kertas-kertas gambar berserakan. Coretannya imajinatif dan penuh penghayatan; siapa yang melihatnya dapat merasakan emosi dalam gambar-gambar tersebut. Mungkin, Anda berpikir, pasti senang menjadi orangtua dari anak seberbakat Ishaan. Sayangnya, dugaan Anda keliru. 
Di dalam kelas, Ishaan lebih senang melihat ke luar jendela. Ketika diperintah gurunya untuk membaca buku, ia tergagap-gagap; ia melihat "huruf-hurufnya menari". Ketika gurunya menekannya, ia pun melakukan tindakan yang membuat sang guru mengusirnya dari kelas. Pada akhir tahun ajaran, orangtua Ishaan dipanggil sang kepala sekolah, yang meminta mereka untuk memindahkan Ishaan ke sekolah yang lain. 
Orangtua Ishaan menganggap anaknya sebagai anak nakal dan malas. Mereka mengirimnya ke sekolah asrama dengan harapan bisa mendisiplinkannya. Namun, sepertinya persoalan bukan pada kedisiplinan. Ishaan tetap mengalami keadaan yang sama, tak mampu mengikuti pelajaran. Lebih parah lagi, kepercayaan diri Ishaan patah. Ia menarik diri dari pergaulan dan berhenti melakukan aktivitas yang paling disukainya, menggambar.
Apa yang terjadi kepada Ishaan, anak seberbakat itu? Apa yang terjadi kepada anak yang bisa membuat banyak orangtua bangga? 
Ishaan mengalami disleksia, ketidakmampuan mengenali huruf yang menghambatnya dalam membaca, menulis, dan memahami instruksi belajar. Ia telah berusaha keras belajar, tetapi melakukan kesalahan berulang. Dalam kesulitan tersebut, ia terus mendapat tekanan baik dari orangtua maupun gurunya. Tekanan yang mungkin maksudnya baik, tetapi justru semakin meruntuhkan kepercayaan diri Ishaan. Ia merasa diasingkan sampai membolos sekolah dengan memalsu surat izin. 
Di sekolah baru, Ishaan sebenarnya punya kesempatan baru. Guru dan teman kelasnya belum punya stigma tertentu terhadap Ishaan. Tanpa stigma, orang relatif bisa menilai dan menerima orang lain apa adanya. Namun, lagi-lagi, tekanan dan tuntutan yang mengemuka. Sebuah kekeliruan yang dilakukan Ishaan menjadi awal penilaian negatif terhadap Ishaan. Kepercayaan diri yang semakin hancur -ditambah dengan perasaan dibuang oleh keluarga- membuatnya menenggelamkan diri dalam dunianya sendiri. 
Seorang guru, Ram Shankar, datang ke kelas Ishaan sebagai guru seni pengganti. Ia datang membawa kegembiraan di kelas. Ia mendapati Ishaan telah menenggelamkan diri -bahkan ketika semua anak menggambar, ia tidak menggambar. Guru inilah yang kemudian mencoba mengerti Ishaan, mengerti apa yang dirasakan, mengerti apa yang terjadi, mengerti kesulitan Ishaan. Bukan perkara mudah karena Ishaan sudah menenggelamkan dirinya. Ia menempatkan diri di dalam kelas hanya sebagai objek. Paulo Freire menyebut perilaku Ishaan sebagai budaya bisu dari kaum tertindas. 
Setelah mengerti kesulitan Ishaan, Ram Shankar pun mencoba membangun kepercayaan dirinya. Guru tersebut bercerita mengenai tokoh-tokoh besar yang mengalami kesulitan yang sama dengan kesulitan yang dialami oleh Ishaan, seperti Albert Eisntein, Leonardo da Vinci, Thomas Alva Edison, hingga bintang film India Abhishek Bachchan. Budaya bisu Ishaan pun pecah; ia kembali bicara di dalam kelas. Ishaan kembali berani mengekspresikan kekuatan dirinya. Keberanian yang dibutuhkan Ram Shankar untuk membantu Ishaan belajar membaca dan menulis dengan mengoptimalkan kekuatan Ishaan, bahasa visual. 
Ishaan adalah tokoh dalam film Taare Zameen Par (2007), tetapi apa yang dialami oleh Ishaan dialami pula oleh banyak anak lain. Ketika mendapat tekanan, anak-anak berusaha mengatasi sampai batas kemampuannya, lalu memberontak atau menyerah. Namun, ketika diakui kekuatannya, anak-anak dengan penuh semangat akan mengekspresikan kekuatannya melampaui harapan yang bisa kita bayangkan.

Berlinang airmataku buat anak-anak yang telah diperlakukan tidak adil oleh orangtua, guru, dan masyarakat; berlinang untuk pembanding-bandingan anak dengan anak lain; berlinang untuk penyeragaman satu anak dengan anak lain; berlinang betapa masih banyak misteri yang belum terkuak dalam pola pengasuhan, belajar, mengajar; berlinang bahwa memang semua, yak SEMUA anak itu istimewa karena Sang Pembuat mereka adalah Yang Maha Agung, Yang Maha Tahu, Yang Maha Indah.

Buatku adegan paling berkesan di film itu memang adalah saat pak guru Ram Shankar Nikumbh bercerita tentang tokoh-tokoh besar dengan disleksia. Tokoh lain yang disebut pak guru Nikumbh selain penemu teori relativitas Albert Einstein, pembuat sketsa helikopter 400 tahun sebelum akhirnya helikopter betul-betul dibuat Leonardo da Vinci, dan penemu bohlam Thomas Alva Edison yang ditulis mas Bukik di atas adalah penyanyi Neil Diamond, penulis novel detektif terkenal Agatha Christie, dan juga Walt Disney, pencipta Mickey Tikus, Donald Bebek, dan kerajaan Disney idaman anak-anak di seluruh muka bumi. Di situ senang rasanya hati dapat melihat binar mata Ishaan setelah beberapa saat terlihat kosong dan sayu, juga senyumnya mulai mengembang kembali.

Adegan lain yang aku suka adalah saat lomba melukis yang diprakarsai oleh pak guru Ram Shankar Nikumbh. Ishaan kembali melukis dengan ekspresif dan penuh konsep seperti Ishaan yang sesungguhkan. Juga ekspresi Ishaan saat kaget melihat objek yang digambar pak gurunya, saat diumumkan menang Ishaan haru memeluk guru dan pembimbingnya itu. Ishaan telah kembali pada dirinya sendiri.

Bukan peminat film India tapi sudah saatnya aku harus mencari film-film di luar film barat yang genrenya aku suka seperti film ini, atau film PK, film India juga, yang beberapa saat sebelumnya juga aku tonton. Taare Zameen Par memang wajib ditonton orangtua, guru, dan siapa saja agar kita tahu memang every child is indeed special. 

Gambar dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Taare_Zameen_Par

Comments

Anna Farida said…
Pingin nonton dan belajar dari Pak Guru Ram Shankar Nikumbh!
Unknown said…
Menggelitik. Mudah-mudahan saya bisa dapat film itu.

Popular Posts