Tidak untuk kekerasan pada anak! #JanganDiam #RIPAngeline

When the children cry,
Let them know we tried,
Cause when the children sing,
Then the new world begins.
~ White Lion


White Lion - When the children cry.

Mendengar lagu White Lion yang mendayu dengan kalimat "when the children cry", hatiku hancur. Tidak ada yang lebih memilukan hati dari pada nestapa saat membaca kematian seorang anak karena kekerasan, terutama yang dilakukan oleh orang di sekitarnya yang seharusnya menjaganya, merawatnya, menyayanginya. Sulit buatku untuk tidur di hari ketika banyak berita di media daring dan televisi memberitakan jasadnya ditemukan dalam kondisi yang di luar batas peri kemanusiaan. Memandangi Fattah yang tertidur pulas, menciumi rambutnya, memeluknya erat, sungguh sukar aku menerima kematiannya yang tragis, betapa mustahil diterima akal sehat.

Hari ini membaca status di media sosial, ada beberapa status yang menohok. Ini beberapa yang aku amini, dan aku urutkan secara acak:
Kasus Angeline merupakan gunung es dari kasus phaedophilia yang sudah terjadi selama bertahun-tahun di negeri ini.
Membaca status pak Dwikoen, aku sering berdiskusi dengan suami, mengapa sekarang ini mudah sekali orang memperkosa, bahkan anak kecil, padahal katanya kita itu bangsa beradab dan relijius. Masih belum terjawab sampai sekarang. Ayah memperkosa anak, paman pada ponakan, guru pada murid, supir/tukang kebun/satpam ke anak majikan. Sighs.

Sumber gambar dari sini.
2. Syvia Wardhani:
Mari peduli dengan anak-anak di mana pun yang:

1. Tanpa pendampingan orang tuanya.
2. Berbicara atau berjalan bersama dengan orang yang tidak dikenalnya.
3. Tampak murung dan tertekan.
4. Takut berlebihan terhadap orang dewasa lain dan lingkungan sekitar,
5. Terlihat tanda-tanda kekerasan di tubuhnya.
Anak-anak, entah itu anak sendiri, anak tetangga, anak murid bahkan anak yang tidak kita kenal asal-usulnya, adalah anak-anak.
Harus dilindungi.
Laporkan kecurigaan ke pihak berwajib terdekat.
Jangan tunggu ada korban.
Apa yang terjadi pada anak lain di luar sana, bisa terjadi pada anak kita.

Yang ditulis Sylvia kurang lebih mewakili apa yang ditulis di sumber gambar di atas. Siapa yang peduli anak-anak itu? Memang sebaiknya negara hadir. Tapi sambil menunggu, kita bisa peduli. 

3.  Kreshna Aditya:
Kekerasan dan pelecehan membengkokkan naluri alami seorang anak tentang kepercayaan dan kasih sayang. Emosi naifnya dikerdilkan dan ia pun belajar mengabaikan perasaannya. Ia tidak boleh mengeluarkan emosinya secara penuh saat sedang mengalami kekerasan. Rasa sakit, rasa marah, rasa benci, rasa dendam, rasa kebingungan, semuanya harus dipendam. Karena bagi banyak anak, setiap ekspresi perasaan saat sedang mengalami kekerasan, bahkan hanya setitik air matapun, akan memancing kekerasan yang lebih keji dan berulang. Maka jalan keluarnya hanyalah mematikan emosinya. Perasaannya dipendam sedalam-dalamnya.~ Laura Davis

Kekerasan terhadap anak, bahkan bila terjadi di dalam dinding rumah orang lain, bukanlah urusan pribadi yang tidak berhak kita ikut campuri. Amanah Undang-undang menyatakan kita WAJIB berusaha mencegah dan melaporkan apabila kita mengetahuinya. Jangan diam!
Ya ampun! Betapa dahsyatnya efek defence mechanism seorang anak pada kekerasan yang menimpa dirinya. Tercekat aku membaca status Kreshna yang mengutip penulis Laura Davis. Kreshna juga mengunggah gambar kata-kata Butet Manurung ini. Orang kota yang katanya berbudaya harus belajar dari orang rimba! Mari jangan diam. Tidak untuk kekerasan pada anak, apa pun bentuknya, verbal, fisik, mau pun psikis!
Gambar dari sini.


Comments

Popular Posts