Evaluasi Homeschooling, Sesi Berbagiku di Bincang Seru Homeschooling 2016

Bincang Seru Homeschooling 2016
Hari Sabtu, 21 Mei 2016 aku ikut berpartisipasi dalam Bincang Seru Homeschooling 2016 yang diselenggarakan di Gedung A Graha Utama lantai 3, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di jalan Sudirman, Jakarta, dari pagi jam 9 hingga usai jam 16 WIB. Bersama dua ibu lainnya yang juga teman-temanku dalam berkegiatan di Klub Oase Jakarta yaitu Irma Nugraha dan Shanty Syahril, aku kebagian sebagai pembicara sesi 4 tentang Evaluasi Homeschooling.

Pembicara di Bincang Seru Homeschooling 2016
Acara Bincang Seru Homeschooling 2016 ini ada 4 sesi berbagi oleh praktisi homeschooling yang merupakan orangtua anak homeschooling. Sesi 1: Menimbang Homeschooling, Sesi 2: Memulai Homeschooling, Sesi 3: Keseharian Homeschooling, dan bagianku dan 2 teman saya itu: Evaluasi Homeschooling. Masing-masing sesi diisi oleh 3 orang praktisi, jadi total ada 12 praktisi yang ikut berbagi hari itu. Kali ini aku ingin menulis tentang bagian presentasiku saja, karena merasa tidak mempersiapkan diri dengan baik untuk presentasi saat itu, karena kesibukan mendadak yang kualami seminggu menjelang hari-H.

Slide saat presentasi
Sebagian besar orang beranggapan bahwa evaluasi itu selalu berhubungan dengan ulangan harian, ulangan semester, ujian sekolah, dan diakhiri dengan ujian nasional. Itulah yang ada di pikiranku juga. Di perjalanan, aku menyadari bahwa hal-hal kecil sederhana itu sangat bisa untuk dijadikan evaluasi dalam mendidik anak. Parenting dan homeschooling itu berjalan beriringan; sejalan.

Fattah & BMW impiannya
Walau pun dua anak terbesar kami sudah "selesai" dari yang disebut homeschooling, kami masih punya Fattah si bungsu yang masih tinggal bersama kami di Cilegon, sementara ke dua kakaknya sudah bekerja di Jakarta. Punya tiga anak yang berbeda, maka evaluasi yang dihadapi anak pun juga beragam, sesuai fitrah anak yang unik satu dan lainnya. Karena keluarga kami dalam menjalani homeschooling itu menjunjung tinggi kombinasi dari apresiasi terhadap alam semesta dan Sang Pencipta, olahraga, sosial, seni, budaya, sejarah, lingkungan, maka evaluasinya adalah praktek, pengetahuan, kesimpulan, serta hikmah yang dapat ditarik dalam, dan setelah menjalani kegiatan disebut di atas; dikombinasikan dengan nilai-nilai yang ingin kami capai, antara lain seperti kejujuran, ketekunan, kerja keras, konsistensi, menolong orang lain, keindahan, keluhuran budi, penghormatan pada perbedaan, kualitas, nama baik, kesetiaan, dedikasi, ramah lingkungan,efisiensi, kebugaran, kebersihan, kesehatan, tradisi, rasa ingin tahu, selalu belajar, keterbukaan, siap pada perubahan.

Di Lawang Sewu, Semarang
Semua kegiatan yang kami lihat, lalu timbang-timbang, putuskan, dan jalani, akan berkisar di hal-hal yang kami yakini sebagai nilai-nilai keluarga yang kami harap selalu dipegang teguh, dijunjung tinggi. Ketika kami ingin menonton satu pertunjukkan atau film, jalan ke tempat baru, ke museum, ke alam, atau sesederhana memilih pakaian, makanan, atau barang misalnya, banyak faktor nilai yang akan dipertimbangkan yang muaranya selalu nilai-nilai. Begitu pun saat anak-anak yang besar memilih jurusan kuliah, sampai pilihan tempat bekerja.

Fattah & triathlon
Dari mana itu semua? Rangkaian peristiwa dan ngobrol panjang yang dilakukan tahun demi tahun, demi tahun, dan demi tahun jawabannya. Dari intensitas yang dilakukan hari demi hari, lalu dilakukan dengan konsisten, maka tercipta bonding orangtua dan anak yang akhirnya membuat kami tahu, mengerti apa yang diinginkan, dan apa yang diharapkan satu sama lain. Evaluasinya? Saat ada halangan dan rintangan yang kami hadapi. Contoh sederhananya saat Fattah merasa bosan belajar piano, merasa letih untuk pergi latihan renang, atau saat kami harus berangkat ekstra pagi berkegiatan ke Klub Oase di hari Rabu. Tidak mudah, dan waktu yang akan menjawabnya apakah di sana ada komitmen, lagi-lagi kosistensi, kegigihan untuk tidak menyerah untuk meraih apa yang menjadi hal ideal yang kami perjuangkan.

Fattah & Pramuka
Lalu menyinggung ulangan atau ujian sekolah, atau bentuk tes lainnya yang akan dihadapi anak seperti tes di tempat kursus, tes pengujian internasional, dan tes apa pun itu baik tertulis mau pun praktek, sejatinya semuanya dilakukan dengan tidak lupa pada prinsip-prinsip nilai keluarga, karena ujian-ujian ini hanya salah satu bentuk evaluasi. Ketika menjalaninya menjadi satu keharusan, maka apa pun yang terjadi saat mengerjakannya, kalau ternyata mengalami hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang sudah ditanamkan keluarga, lulus tidaknya bukan pada hasil akhir ujian saja, karena itu hanya salah satu bentuk evaluasi. Buat apa lulus kalau menyontek atau dapat bocoran jawaban. Buat apa cepat masuk kuliah tapi tidak semangat kuliah. Ambil yang sesuai kata hati, dari nurani yang sudah diasah bertahun-tahun untuk selalu jujur pada diri sendiri. 


Comments

Popular Posts