Pendidikan Karakter ala Charlotte Mason; kulwap bersama orangtua pemerhati pendidikan

Dari sini
Kulwap, Cerita Awalnya.
Praktisnya jaman internet seperti sekarang ini adalah ada banyak cara untuk belajar tanpa perlu keluar rumah, asal bermodalkan sambungan internet. Semakin cepat semakin baik. Dengan bermodalkan seorang kenalan baik dengan seorang teman, Ayu Primadini, yang ahli di bidang pendidikan ala Charlotte Mason, adanya satu acara, Sukacita Belajar, yang kami ingin sama-sama dukung, dan memanfaatkan teknologi, akhirnya kulwap Pendidikan Karakter ala Charlotte Mason pun diselenggarakan. Dengan dua orang narasumber - Ayu dan Maria Sugiyo Pranoto, dan 44 orang peserta kulwap berbayar Rp.20,000 ini, berikut laporan dari diskusi dan pembelajaran seru di hari Minggu, 22 April 2018.

Siapakah Charlotte Mason?
Charlotte Mason lahir di Inggris tahun 1842, menjadi yatim piatu di usia enam belas tahun. Dia gemar membaca, merenung, dan menulis. Karya-karya para filsuf, ilmuwan, dan pemikir pendidikan dicernanya dengan antusias. Banyak gagasannya yang melampaui zaman. Pada usia 22 tahun, misalnya, dia sudah merintis pendirian sekolah lanjutan atas bagi remaja putri.

Dari sini
Satu dekade kemudian, Charlotte mendapat posisi sebagai dosen perguruan tinggi di institut keguruan. Sayang, baru berjalan empat tahun, kesehatan Charlotte ambruk dan harus berhenti mengajar. Selama masa pemulihan, ia banyak mengunjungi desa-desa di Inggris, mengamati dan mencatat panorama alam dan sejarahnya. Kumpulan catatan ini menjadi bahan buku The Forty Shires: Their History, Scenery, Arts and Legends (1880). Buku ini dan lima seri judul geografinya yang lain ternyata laris di pasaran.

  • Elementary Geography: Book I for Standard II (1881)
  • The British Empire and the Great Divisions of the Globe: Book II for Standard III (1882)
  • The Counties of England: Book III for Standard IV (1881)
  • The Countries of Europe Their Scenery and Peoples: Book IV for Standard V (1883)
  • The Old and New World: Asia, Africa, America, Australia: Book V (1884)

Pengalaman panjang berkecimpung di dunia pendidikan serta ketajaman benaknya membuat para orangtua terkagum-kagum saat dia memberi rangkaian kuliah tentang pengasuhan dan pendidikan anak. Bahan kuliahnya lantas dibukukan dengan judul Home Education (1886).

Para alumni kuliah dan pembaca mendukungnya mendirikan semacam serikat orangtua, Parents’ National Education Union. Cabang PNEU dibentuk di berbagai penjuru Inggris untuk memfasilitasi karya pendidikan dan pengasuhan, baik di keluarga maupun di sekolah.

Charlotte pindah ke Ambleside tahun 1891 dan mendirikan sekolah gurunya sendiri, House of Education. Di sebelahnya, didirikan pula Parents’ Union School, sekolah gratis yang menjadi tempat para calon guru didikan Charlotte praktik mengajar.

Metode pendidikannya sangat ramah anak: jam belajar singkat, tanpa drill atau hafalan garing, mata pelajaran bervariasi, tidak ada PR, tidak ada sistem ranking, banyak kegiatan hands on serta apresiasi seni dan budaya, serta jadwal teratur menjelajah alam dan bermain bebas.

Charlotte Mason meninggal dalam tidur pada usia 81 tahun. Ia sangat dicintai dan kepergiannya adalah kehilangan besar bagi banyak orang. Sebuah buku, In Memoriam of Charlotte M. Mason, dipersembahkan oleh para kolega dan muridnya untuk mengenang sosok pribadi yang mengesankan ini.

Pertanyaan Pra Kulwap
Sebelum sehari sebelum kulwap dimulai, Ayu, narasumber kami mengajukan tiga pertanyaan sebagai bahan renungan. 
  1. Menurut Anda pendidikan itu apa?
  2. Apa visi pendidikan keluarga Anda?
  3. Akan jadi apa anak-anak Anda kelak dengan pendidikan yang Anda lakukan?
Beragam jawaban dari peserta.
Jawaban pertanyaan 1:
  • Suatu proses belajar dari tidak tahu menjadi tahu. Lewat berbagai macam cara. Bisa dari orang yang bersedia jadi fasilitas belajar, dari pengalaman, dan lain-lain.
  • Segala aspek yang kita pelajari dari hidup, baik itu ilmu pengetahuan, keterampilan, bakat, mulai dari kita lahir sampai kita tutup usia.
  • Mengeluarkan apa yang ada di dalam diri seseorang. 
  • Proses pembelajaran baik itu tentang pengetahuan, keterampilan, agama, dan nilai-nilai kehidupan
  • Proses continuous improvement dengan cara inside out.
  • Mempelajari berbagai hal yang kelak akan dijadikan pegangan anak dalam menjalani kehidupannya kelak.
  • Seluruh upaya dan tindakan yang bertujuan mengenali diri baik potensi keunggulan maupun kelemahan, menjaga dan mengasah kualitas diri sehat jasmani dan rohani, memahami keberadaan diri, menyadari makna kehadiran dan manfaat diri bagi orang lain dari lingkup terdekat yaitu keluarga, masyarakat, bangsa dan negara dan dunia.
Jawaban pertanyaan 2:
  • Menjadi tahu dan peduli untuk hidup berguna bagi sesama dan untuk memuliakan Tuhan Sang Pencipta. 
  • Pendidikan yang bahagia dan bermanfaat.
  • Mendidik anak sanggup membuat keputusan mandiri dan rasional.
  • Membantu setiap anggota keluarga melaksanakan apa tugas dan kehendak Allah yang diberikan pada diri setiap anggota keluarga.
  • Mengembangkan potensi anak-anak, menyemangati agar mereka lebih percaya diri dan berani, menumbuhkan rasa tanggung jawab, dan bisa berbedar hati menerima setiap perbedaan atau sebuah kegagalan yang kelak mungkin akan mereka hadapi (tapi tentunya kita semua tidak berharap semua itu terjadi).
  • Menjadi happy learner family yang merupakan rahmat bagi seluruh alam dan berusaha bersatu kembali di Jannah.
  • Membantu anak menemukan dan memaksimalkan potensi dirinya, agar kelak mereka dapat berbahagia dengan pilihan hidupnya.
  • Menjadi pribadi-pribadi yang berbahagia dan bersyukur dengan keunikan diri pemberian Tuhan YME dan mewujudkan syukur itu kemanfaatan besar bagi sesama, semangat melayani.
Jawaban pertanyaan 3:
  • Harapan untuk anak-anak agar hidup mereka bermanfaat bagi sesame di mana pun Tuhan tempatkan mereka. 
  • Dengan pendidikan yang bahagia, anak-anak akan menjadi manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga cerdas secara emosional dan spiritual. Mereka bisa tahu kekurangan dirinya dan selalu memperbaiki diri sehigga mereka bisa jadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
  • Menjadi dirinya sendiri yang mampu melaksanakan tugas Allah dengan sebaik mungkin.
  • Menjadi seseorang yang bahagia, berilmu, dan beriman. Juga memiliki rasa toleransi dan bisa membuat dirinya bermanfaat untuk dirinya dan orang-orang di sekitarnya.
  • Menjadi happy learner person yang gemar bersilaturahim, yang memastikan rizki yang didapat dan digunakannya halal dengan selalu melakukan continuous improvement.
  • Dengan seijin Tuhan YME, menjadi pemuda/i yang berbahagia dengan identitas dirinya, yang sadar sepenuhnya akan kemanfaatan dirinya, yang penuh syukur akan kesempatan-kesempatan dalam hidupnya.
  • Jadi anak yang:
1. Sanggup kecewa secara aman dan nyaman.
2. Sanggup bersepakat terhadap diri sendiri, keadaan, dan orang lain
3. Sanggup berjuang.
4. Sanggup membuat keputusan yang rasional setelah menimbang benefit dan risikonya.

Dari jawaban di atas, adakah yang sama dengan jawaban Anda?

Materi Kulwap

Jika kita mendengar kata pendidikan, barangkali yang teringat pada kita adalah soal sekolah, ijazah, nilai, kurikulum, lembar kerja, buku, dsb.

Namun pernahkah kita merenung, apakah sebenarnya makna dari pendidikan?
Mengapa kita perlu pendidikan dan apa yang mau kita capai dari proses pendidikan yang kita lakukan?

Barangkali hal hal tersebut bisa jadi pertanyaan mendasar bagi kita, sebelum kita menjawab pertanyaan soal: "Bagaimana pendidikan itu harusnya dilakukan?"

Terlalu sempit kalau kita mendefinisikan pendidikan semata sebagai urusan akademis-praktis untuk menyiapkan anak jadi pekerja. Bukan pula hak kita untuk mendikte anak harus menekuni profesi apa kelak. Visi pendidikan yang kerdil akan melahirkan generasi muda berwawasan dangkal yang hidupnya dihabiskan dalam rutinitas sekolah dan bekerja yang minim makna, mengisi waktu senggangnya dengan hiburan-hiburan dangkal. Namun coba perkaya benak mereka dengan sebanyak mungkin gagasan dan pengalaman inspiratif serta pilihan profesi. Apa pun jenis pekerjaan yang nantinya mereka tekuni, semangat belajar, memperdalam minat, dan menjadikan hidup bermakna akan selalu menyala. – Ringkasan Vol. 3 School Education pp. 182 ff (11)

Charlotte menekankan pentingnnya kita memiliki visi pendidikan yang jelas. Bukan sekedar mendidik anak-anak agar bisa bekerja sesuai minatnya dengan penghasilan yang besar, namun lebih dari itu, bagaimana kita mendidik anak-anak kita agar menjadi manusia yang utuh. Manusia yang hidup sesuai tujuan penciptaannya, menjadi Insan Kamil / Imatio Christi / Imago Dei. Sesosok pribadi yang berbudi luhur, memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas, namun mampu hidup membumi dengan mendedikasikan hidupnya untuk melayani serta tahu bagaimana caranya menangani kerumitan hidup.

Sungguh berat ya tampaknya. Tetapi seperti kata pepatah, gantungkanlah cita-citamu setinggi langit. Jangan biarkan anak-anak melompat sependek belalang yang dikurung di kardus. Biarkan mereka tahu bahwa hidup mereka bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka, masih ada banyak hal yang membutuhkan kontribusi mereka di dunia ini.

Untuk meraih cita cita itu, bukan mustahil. Asalkan pertama kita harus keluar dulu dari pemahaman bahwa pendidikan itu hanya semata ujian, nilai, menghafalkan fakta, dan sebagainya. Lantas apa itu pendidikan?

Pendidikan adalah atmosfer
Demikian prinsip pendidikan pertama dalam metode Charlotte Mason. Sejak lahir anak-anak menghirup apapun yang disajikan oleh orangtuanya. Cara bicara, gerak tubuh, isi pembicaraan, cara memandang orang lain, kebiasaan, kepercayaan, tingkah laku dan macam sebagainya. Anak anak adalah imitator terbaik yang pernah ada.

“Ayah-ibu, kalian tidak bisa lari dari peran sebagai pemberi inspirasi. Teladan yang baik, teladan yang buruk, tak ada yang luput teramati. Semuanya anak serap ke bawah sadar untuk kemudian diendapkan menjadi kecenderungan hati dan perilakunya sendiri. “Oh, betapa luar biasa menakjubkan sekaligus menakutkan kehadiran seorang bocah cilik di tengah kita!” – Ringkasan Vol. 2 Parents & Children pp. 19 ff (13)

Oh lantas, haruskah kita menjadi pribadi yang sempurna sebelum memiliki anak, agar anak-anak hanya menghirup aura positif dari diri kita? Ah, membentuk sesosok anak yang sehat jasmaniah bukan berarti mengurung mereka dalam tempat yang selalu steril kan? Pun begitu dengan membentuk diri mereka, justru dari berbagai ketidaksempurnaan kitalah anak anak belajar. Yang penting mereka tahu bahwa orangtuanya mau terus belajar, mau terus memperbaiki diri, mau terus berefleksi dan menjadikan hidupnya lebih baik dari sebelumnya.

"Pendidikan adalah disiplin" berarti kita melatih secara yakin dan terencana agar setiap anak memiliki kebiasaan-kebiasaan baik, dalam pikiran maupun tubuh, sesuai hukum-hukum fisiologis.” (A Philosophy of Education, pp. 94-111)

Disiplin dalam pengertian Charlotte bukanlah dengan mengetatkan jadwal mereka dan berlaku seperti seorang pengawas penjara, bukan juga dengan teriakan atau bentakan, tapi dengan menaati hukum fisiologis yang berlaku pada manusia. Manusia merupakan creature of habits, terbentuk karena kebiasaan – kebiasaan yang dilakukan. Untuk itulah Charlotte menganggap bahwa membentuk kebiasaan merupakan aspek kedua dalam pendidikan. 
  • Taburlah ide, tuailah tindakan
  • Taburlah tindakan, tuailah kebiasaan
  • Taburlah kebiasaan, tuailah karakter
  • Taburlah karakter, tuailah nasib
Jika ada seseorang yang hidupnya tidak sukses karena hobinya mengeluh, mudah menyerah dan malas berusaha, jangan salahkan nasib! Juga bukan sekedar karena nasib baik jika ada seseorang yang pantang menyerah, pekerja keras, hobi belajar lalu ia menjadi sukses. Karakter jelas berperan besar dalam menentukan nasib seseorang. Dan membentuk karakter dimulai dari melatih kebiasaan – kebiasaan baik di dalam diri anak.

Kebiasaan dalam hal ini bukan sekedar kebiasaan fisik seperti makan sehat, tubuh yang terlatih, biasa membuang sampah pada tempatnya, mandi dengan teratur; tapi juga kebiasaan moral dan mental. Sosok yang cerdas; mampu mengamati masalah, menganalisa dan mengambil keputusan yang tepat, bukan anugrah yang datang dengan tiba tiba. Semuanya datang dari latihan sejak dini. Pun begitu dengan hati yang peka, kemauan untuk berbagi, kerelaan mengesampingkan kepentingan pribadi demi kepentingan yang besar, adalah hal hal yang perlu dilatih sedini mungkin. 

"Pendidikan adalah kehidupan dilandasi asumsi bahwa seperti tubuh, supaya tetap hidup-tumbuh-berkembang, pikiran anak perlu diberi makanan bergizi, yakni ide-ide besar. Namun, suplai ide saja tidak cukup. Anak bisa tenggelam dalam pemikirannya sendiri tapi tak tahu cara mempraktekkannya di dunia nyata – jadi kutu buku, punya banyak gagasan, tapi gagap saat berkarya di dunia nyata. Tak ada yang ideal jika sepotong prinsip dianggap seolah-olah kebenaran total.  Sasaran pendidikan haruslah hidup anak dan perkembangan pribadinya secara utuh.” (School Education pp. 148)

Di era kemajuan teknologi ini, mencari fakta bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Carilah kapan tahun kelahiran Soekarno, dalam waktu sekian detik anda akan mendapatkannya. Tapi bagaimana agar anak-anak tergugah oleh perjuangan Soekarno, pantang menyerahnya dalam mengusahakan kemerdekaan bagi Indonesia, bagaimana ia mengalami siksaan demikian berat bertubi tubi demi kepentingan banyak orang, sungguh tidak bisa didapat dalam waktu sekejap.

Anak anak butuh ide, bukan sekedar fakta. Ia butuh sebuah pancingan agar benaknya terbiasa berpikir dan menganalisa. Bukan sekedar menghafalkan sesuatu untuk ujian, dimana setelah selesai ujian mereka melupakannya. Sebuah pembelajaran harus menyentuh relung hatinya, menggugah daya pikirnya dan membangkitkan minatnya untuk melakukan sesuatu. Anak anak butuh sesuatu yang hidup. Sebab itu pembelajaran harus hidup, harus penuh dengan ide.

Metode CM memperkenalkannya dengan living books; buku – buku bermutu yang memiliki ide hidup di dalamnya. Buku yang ditulis dengan sepenuh hati sehingga anak-anak bisa berelasi dengan tokoh-tokoh besar melalui buku tersebut. Jangan kira anak-anak tak mampu mencerna buku-buku (yang tampaknya) berat, sebab mereka terlahir dengan akal pikiran yang sama dengan orang dewasa. Maka dari itu akal pikirannya harus diberi makan agar tumbuh dengan baik, jangan biarkan akal pikirannya sekedar mencerna permen dan coklat yang sebenarnya kurang baik bagi pertumbuhannya.

Tiga prinsip pendidikan inilah: 
  • Pendidikan adalah atmosfer
  • Pendidikan adalah disiplin
  • Pendidikan adalah kehidupan
yang melatarbelakangi pendidikan karakter ala Charlotte Mason. Dengan keteladaan orangtua, pelatihan kebiasaan yang terencana dan tersusun rapi, serta ide ide hidup yang senantiasa mengisi akal pikiran mereka itulah kita tengah membentuk karakter mereka. Ketiga hal tersebut hendaklah menjadi satu dalam rangkaian pendidikan yang diberikan pada anak. Pembelajaran akademis dalam metode CM misalnya, adalah bentuk nyata dari pelatihan kebiasaan dan proses memberi ide pada anak-anak. Targetnya bukan nilai, bukan seberapa banyak ia hafal, tapi bagaimana pribadinya terbentuk karena kebiasaan-kebiasaanya tersebut.

Masih panjang sebenarnya ya kalau mau bicara soal metode Charlotte Mason, tapi barangkali cukup sekian dulu materi awal dari saya. Mudah mudahan kita bisa berdiskusi lebih lanjut dalam sesi kulwap ini sehingga kelak kita bisa bersama sama membentuk generasi masa depan yang berkarakter magnanimous - istilah CM untuk pribadi yang luhur, berbudaya, rela berkorban untuk kepentingan orang banyak dan tahu bagaimana caranya menjalani hidup.

For the children's sake! For a better world!

Dari sini

Pertanyaan dan Jawaban
Tanya:
1. Apakah metode CM menitikberatkan kepada living books?  Seperti yang saya tahu,  ada beberapa gaya belajar anak,  salah satunya kinestetis.  Anak saya salah satu yang belajar dengan gaya belajar ini.  She learns when she practices it. Jadi selama ini buku yang dia suka adalah buku yang dia bisa terlibat aktif bergerak di dalamnya. (misal buku anatomi tubuh dengan kegiatan menggunting dan menempel organ dalam manusia). Adakah cara menghubungkan living books dengan cara anak kinesthetic belajar?

2. Adakah rekomendasi tempat membeli buku living books? Dan bagaimana kita sebagai orangtua membedakan buku tersebut living books atau bukan, tanpa melulu terpaku harus melihat pada list buku.

3. Mengenai twaddle, apakah tidak boleh sama sekali, boleh asalkan porsi living book tetap lebih besar? Apakah semua buku di luar living books adalah twaddle, walaupun twaddle juga ada tingkatannya lagi dari yang lumayan sampai yang paling picisan? Living books abridged version termasuk twaddle-kah?
Jawab:
Karena pertanyaannya mirip, jawabannya bersamaan.

Benar, living books merupakan salah satu aspek utama dalam metode CM. Charlotte percaya bahwa makanan terbaik untuk akal pikiran adalah ide yang hidup. Living books merupakan salah satu sumber dari ide-ide hidup itu. Karena prinsipnya seperti makanan, maka merasakan suatu buku itu living books atau bukan, ya kita harus memiliki cita rasa living books itu sendiri.

Sebagai tahap awal, memang sebaiknya membaca buku-buku yang direkomendasikan sebagai living books. Gunanya adalah merasakan bagaimana cita rasa living books, dan apa perbedaannya dengan buku yang biasanya hanya seputaran fakta atau yang digarap tanpa rasa. Nah, kalau cita rasa itu sudah didapatkan, anda bisa mencari dan memilah sendiri mana yang living books dan mana yang bukan.

Karena kita berbicara rasa, adakalanya sebuah buku dikatakan living books atau tidak sifatnya jadi subjektif. Menurut si A, buku Z itu living books, sementara menurut si B bukan. Sah sah saja asalkan A dan B memang sudah paham benar mengenai cita rasa living books. Saya pribadi percaya antara living books sampai ke twaddle itu sifatnya spektrum, bukan hitam putih.

Abridged version biasanya mengurangi atau mengganti kisah aslinya. Bisa disebut twaddle karena keindahannya bisa tergantikan atau terpotong. Bahkan versi unabridge yang diterjemahkan secara tidak bagus pun bisa dikatakan sebagai twaddle. Kekuatan living books salah satunya adalah pada paduan kata-katanya, maka kalau bahasa terjemahannya gagal menerjemahkannya dengan baik, ya daya pikat living books nya bisa berkurang. 

Ibarat makan, kita akan mengutamakan agar anak-anak kita mengkonsumsi makanan dengan gizi tinggi bukan? Namun kalau sesekali mereka minta makan coklat, permen atau snack ringan lainnya, rasanya tidak apa-apa ya. Asalkan tidak mengganggu menu utama mereka. Pun begitu dengan buku, rasanya membaca twaddle sesekali tidak apa-apa kok. Tidak akan merusak diet ‘pikiran’ nya, asal jangan kebanyakan. 

Soal gaya belajar anak yang kinestetis; ini sebenarnya terkait dengan kebiasaan. CM percaya bahwa "Children are born person, but habit is ten nature!" Artinya, sebenarnya kita tidak bisa memasrahkan diri “Oh anakku memang tidak bisa diam, sehingga dia tidak bisa duduk membaca”. Education is a discipline, kata CM, disitulah kita harus melatihnya supaya pikiran maupun gerak badannya mampu fokus. 

Melatihnya bisa dimulai dengan semudah mungkin. Start Small, begitu kata CM, ajak dia membaca 5 menit sehari, atau bahkan 2 menit sehari di waktu awal. Saat waktu yang sebentar itu mulai terbiasa, baru pelan-pelan kita tingkatkan durasinya. Pun demikian dengan bacaannya, pilih yang pendek dulu kalau dia belum terbiasa, biar pendek asal menikmati  jauh lebih baik daripada panjang tapi pikirannya melayang kemana mana.

Apakah twaddle tidak boleh ada sama sekali di rumah? Pengalaman tiap praktisi bermacam-macam. Pengalaman kami di rumah, awal-awal mengenal metode CM, saya sedikit demi sedikit mengurangi porsi bacaan twaddle di rumah dan menggantikannya dengan LvB. Tentu perlu pembiasaan dan pendampingan sampai anak-anak sungguh bisa menikmati LvB, tapi seiring berjalannya waktu rupanya benar, kebiasaan yang terus diulang-ulang itu akan menjadi tindakan yang menetap. Lambat laun, selera baca anak saya memang jadi terbentuk dengan sendirinya. Ketika itu sudah mapan, saya tidak terlalu risau ketika melihat dia membaca 1 atau 2 twaddle sebagai selingan ringan. Sama yang dibilang Ayu, sesekali makan coklat tidak mengapa asal tidak menjadikan itu sebagai makanan utama.

Apakah semua buku di luar LvB pasti twaddle? Saya pribadi tidak bisa langsung mengatakan demikian. Memang ada berbagai macam kriteria alih-alih mengatakan langsung apakah suatu buku termasuk twaddle atau bukan. Tapi saya kira poin penting untuk melihat suatu karya termasuk twaddle atau tidak adalah dengan memahami ciri-ciri twaddle: apakah tema-tema yang diangkat sepele, vulgar, tidak membangun karakter, melolohkan banyak pesan moral kepada anak, bertele-tele. Jika kita melihat ciri-ciri seperti itu, sudah bisa dipastikan bahwa itu twaddle.

Catatan:
Melolohkan: Mencecoki atau kurang lebih begitu. Menguliahi anak dengan pesan-pesan moral seolah-olah anak tidak sanggup mencerna dan mengontemplasikannya sendiri dalam benak dan batinnya.

Dengan beberapa pertimbangan tertentu, ada beberapa versi retold yang dipakai sebagai pengantar bagi anak-anak untuk mengenal karya asli, misalnya: karya-karya Shakespeare yang ditulis ulang bagi anak2 oleh Edith Nesbith. Di dalam karya abridged pasti juga masih ada ide-ide baik, hanya secara umum versi rombakan ini tidak terlalu disarankan dalam metode CM, karena kelengkapan gagasan dan mutu penceritaannya tentu tidak sebaik karya aslinya. Versi asli selalu lebih disarankan karena CM sendiri mengatakan: “Berikan yang terbaik!”

Tanya:
4. Bolehkah kita memvisualisasikan Living Books dengan cara membuat latar cerita dan menceritakannya lewat sandiwara menggunakan finger puppets dan lainnya?
Jawab:
Tujuan dari membacakan living books itu sendiri adalah membiarkan anak berelasi dengan ide-ide besar yang ada di dalamnya. Sama seperti kita tidak perlu memastikan apakah makanan yang dimakan anak kita tercerna atau tidak, maka rasanya kalau kita tidak perlu melakukan kegiatan tambahan
atas inisiatif kita yang terkait dengan relasi si anak dengan living books tersebut. Kecuali inisiatif itu datang dari si anak setelah ia memasukkan ide tersebut di benaknya.

Mengutip kata CM, “although play is good, but it’s not the path of the mind,” makanan untuk benak anak adalah ide. Kita tidak perlu menerjemahkannya dalam bentuk apa pun karena justru disitulah si anak membiasakan akal pikirannya untuk berpikir. 

Di dalam CM dikenal adanya narasi. Narasi ini adalah cara untuk mengungkapkan kembali gagasan-gagasan apa yang sudah diterima. Jadi dalam hal ini anak mengkomunikasikan apa yang dia tangkap dari bacaannya. Orisinalitas anak akan tampak dan muncul dalam hal ini. Maka sebenarnya tidak perlu lagi “menerjemahkan” bacaan untuk anak dengan cara-cara demikian. Lain halnya bila inisiatif itu muncul dari si anak sebagai caranya menarasikan kembali apa yang sudah dia dengar/baca.

Tanya:
5. Malah tidak perlu dibungkus dengan topping yang manis dan menarik, anak didorong untuk berelasi dengan ide yang hidup dengan langsung membaca atau dibacakan, begitu ya?
Jawab:
Benar sekali.

Tanya:
6. Soal narasi sebagai kebiasaan dan tolak ukur keberhasilan membaca buku, bagaimana cara memulainya?
Jawab:
Narasi baru dimulai saat masuk usia pembelajaran formal. Bertahap dari oral, menggambar sampai tertulis.

Cara memulainya dengan meminta anak untuk menceritakan kembali bacaan yang sudah dia dengan dengan kata-katanya sendiri. Seperti apa pun narasi yang diungkapkan anak, orangtua musti selalu mengapresiasinya. Entah narasinya panjang atau pendek, tata bahasanya bagus atau sedikit kacau. Sebab dengan bernarasi sebenarnya anak sedang belajar untuk beretorika. Ia belajar memilih, memilah gagasan, dan mengungkapkannya kembali. Jadi tidak ada narasi yang salah. Dalam proses, ketika sudah terlatih, anak akan menjadi semakin mahir.

Tanya:
7. Untuk anak saya yang sudah terbiasa membaca twaddle, bagaimana cara efektif mengubah kebiasaan ini mengingat usianya sudah 11 dan 10 tahun?
Jawab:
Better late than never. Saya juga dulu pembaca twaddle. Saya mulai mengenal living books dengan bacaan yang pendek (karena dulu mencari bahan untuk bacaan anak balita saya) atau dengan bacaan yang topiknya saya minati. Misalny asaya dulu suka topik kehangatan keluarga, meski sudah cukup dewaa kala itu tapi saya menikmati membaca karya-karya Laura Ingalls -living books pertama yang say abaca. Rasanya tidak pernah terlalu tua atau terlalu besar untuk menikmati living books jenis manapun.

Saya pernah membacakan Fifty Famous Story Retold- rekomendasi untuk year 1 di kurikulum AO – untuk murid-murid saya yang sudah bekerja (30+) dan mereka tetap menikmatinya.

Jadi intinya cari bacaan yang direkomendasikan sebagai living books yang kiranya topiknya diminati anak. Bisa jadi jembatan sebelum dia menikmati jenis-jenis living books yang lain.

Tanya:
8. Saya baca di buku "Cinta yang Berpikir,  sebuah manual pendidikan karakter Charlote Mason"  ada 20 butir filosofi pendidikan CM yaitu single reading.  Bagaimana cara meningkatkan kemampuannya? Saya adalah pembelajar visual yang tidak bisa diganggu jika sedang belajar/membaca.  Ketika ada gangguan biasanya saya harus mengulang kembali bacaan saya.
Jawab:
Single reading sebenarnya bertujuan melatih fokus kita dalam melakukan sesuatu. Bayangkan betapa banyak waktu yang akan kita hemat jika sekali baca saja kita sudah paham. Tidak perlu menghabiskan bermenit menit untuk membaca sesuatu berulang ulang. Nah, untuk mendapatkan kemampuan itu tentu perlu latihan. Tidak ada yang tiba-tiba.

Prinsipnya sama: Start Small! Lebih baik membaca 1 paragraf fokus daripada 2 lembar tapi kita harus bolak balik mengulangnya. Sama seperti naik sepeda pertama kali pasti rasanya sulit, namun lama kelamaan pasti terbiasa. Pun begitu dengan membaca buku dengan fokus. Awalnya mempertahankan fokus pada satu paragraf bisa jadi sulit, namun lama kelamaan akan mudah. Nah saat sudah merasa mudah itu, barulah kita tingkatkan sedikit demi sedikit.

Single reading atau prinsip sekali baca ini sendiri adalah adalah suatu cara untuk melatih kebiasaan memperhatikan penuh. Cara meningkatkan kemampuannya ya dengan melatihkannya secara konsisten, bertahap. Sejak awal harus dijelaskan kepada anak-anak bahwa tidak akan ada siaran ulang. Jadi dari awal anak sudah siap untuk fokus memperhatikan. Bertahap, artinya disesuaikan dengan kemampuan anak-anak. Untuk awal,  porsi sedikit, lama kelamaan semakin banyak. Menurut pengalaman kami, cara ini sangat bermanfaat untuk melatih daya konsentrasi anak.

Tanya:
9. Filosofi CM mengatur aspek-aspek disiplin apa saja? Lalu kebiasaan-kebiasaan baik dalam hidup seperti apakah yang harus dilatihkan kepada anak sesuai tingkatan umurnya?
Jawab:
Kebiasaan yang perlu dilatih sebenarnya meliputi banyak hal ya.. Dari kebiasaan berpikir, kebiasaan moral, kesopanan, fisik, dan lain lain. Tentu pelatihan ini tidak dilakukan sekaligus melainkan one at a time atau satu per satu. Untuk anak usia dini yang pertama perlu dilatih adalah, habit of obedience sekali habit ini sudah terbentuk, membentuk habit habit lain akan lebih mudah.

Tanya:
10. With punishment? Apakah masalah?
Jawab:
Perlu ditekankan bahwa disiplin ini harus dilakukan atas dasar kesadaran. Jangan sampai anak mau melakukan sesuatu karena iming-iming hadiah atau takut pada ancaman. Dia harus tahu kenapa dia perlu melakukan itu. Kita harus menabur ide dulu dalam benaknya sebelum pelatihan kebiasaan itu dimulai.

Tanya:
11. Apa yang dimaksud dengan habit of obidience ini? Penerapannya bagaimana terutama untuk anak usia pra remaja (11 dan 10 tahun).
Jawab:
Habit of obedience adalah kebiasaan untuk patuh. Menurut CM ini adalah sesuatu yang mutlak, wajib. Suatu kebiasaan fundamental yang harus dimiliki anak. Taat karena anak tahu bahwa orangtua memiliki otoritas atas dirinya. I
ni ibaratnya seperti gaya tarik dalam tata surya yang menyebabkan planet dan bulan tetap bisa berjalan dalam orbitnya.

Tanya:
12. Mengenai habit of obedience,  apa yang dilakukan di rumah untuk membangunnya?
Jawab:
Sebenarnya habit of obedience ini bisa diterapkan sedari bayi. Pernah lihat ada anjing yang santai saja kalau kita tidak takut, tapi mengejar orang yang takut padanya? Hal itu bisa terjadi karena si anjing merasakan, mana orang yang takut padanya dan mana yang tidak takut. Begitupun bayi, mereka tahu persis apakah orangtuanya bisa dimanipulasi atau harus ditaati.  Tahu darimana? Ya dari pembawaan kita sendiri, cara kita berbicara, cara kita memperlakukannya.

Jika ingin ditaati anak, percaya dirilah kalau anda memang layak ditaati. Bukan berarti otoriter loh. Tapi biar bagaimanapun juga, Tuhan memberikan otoritas pada orangtua sebagai pengatur bagi si anak selama ia masih belum cukup dewasa untuk berpikir dan bertindak

Tanya:
13. Soal kepatuhan anak pada orangtua, rasanya anak dianggap "kurang berkarakter kuat" karena patuh pada orangtua. Bagaimana menurut mbak?
Jawab:
Saya rasa karakter yang kuat tidak ada hubungannya dengan kepatuhan ya. Justru kalau tidak ada otoritas yang ia taati, ia akan cenderung berbuat sesukanya. Padahal dalam dunia ini dimanapun itu selalu ada aturan yang berlaku.

Orangtua sebenarnya berhutang pada masyarakat untuk mendidik anak-anak yang memiliki habit of obedience ini. Terbayang betapa chaosnya bumi ini kalau semua orang bertindak semaunya dan tidak mau menaati peraturan yang ada?

Cara kita mengajar anak agar respek pada aturan adalah dengan tidak membiarkan itu sebagai pilihan. Anak-anak itu cerdas. Mereka bisa membaca dari gestur, nada, suara kita. Jadi orangtua yang tidak PD akan otoritas yang dia miliki, jangan harap anak-anak akan respek kepadanya.

Untuk melatih habit of obedience ini beberapa tips yang bisa dilakukan:
1. Prinsip apa yang mau dipegang? Rumuskan. Jabarkan menjadi aturan yang mau ditegakkan.
2. Jika aturan sudah jelas, kawal anak.
3. Self control (tidak perlu marah)
4. Self confidence.
5. Jangan lupa tingkatkan selalu bonding dengan anak.
6. Pahami teori tumbuh kembang anak.
7. Belajar soal komunikasi,
8. dan yang terakhir, selalu konsisten

Melatih ketaatan bukan berarti membuat anak-anak menjadi robot, namun agar anak bisa melakukannya secara sukarela karena didukung kebiasaan2 baik yang dia latih dan tekuni di rumah. Harapannya, ini menjadi modal bagi anak-anak sehingga dia mampu melawan godaan-godaan yang ada di dalam dirinya sehingga kelak mereka bertumbuh menjadi pribadi2 yang berkarakter luhur.

Tanya:
14. Bagaimana menerapkan habits of obedience terhadap orang yang sudah dewasa?
Jawab:
Tergantung kasusnya. Prinsipnya sama yaitu sow an idea.

Tanya:
15. Saya membaca tentang Charlotte Mason baru sebatas membaca buku Cinta yang Berpikir karya Ellen Kristi. Tetapi jujur saya belum bisa memahami secara keseluruhan metode tersebut. Adakah literatur yang perlu saya kaji agar saya bisa memahami lebih lanjut mengenai metode Charlotte Mason ini?
Jawab:
Bisa membaca langsung tulisan CM di amblesideonline.org atau banyak blog blog, forum atau akun ig dari CMers luar yang membahas berbagai hal tentang CMers. Sayangnya memang kebanyakan dalam bahasa Inggris.

Tanya:
16. Adakah pelatihan untuk orang tua (kursus) untuk membantu orangtua lebih memahami tentang metode Charlotte Mason ini? Selama ini saya baru mendapat informasi kursus mengenai Montessori dan Waldorf, sementara Charlotte Mason belum pernah mendapat info. Selama ini saya baru bergabung dengan grup Charlotte Mason di FB.
Jawab:
Sejauh ini belum ada.. Tapi kami sudah merencanakannya. Tunggu tanggal mainnya. Sedikit bocoran, masih dalam rangkaian Sukacita Belajar, akan ada seminar tentang memulai akademis CM, tentang narasi dan Living books, serta tentang nature journaling.

Tanya:
17. Bagaimana cara memulai metode CM yang paling baik, terutama bila metode sebelumnya tidak sesuai dengan materi CM? Apakah ada cara praktisnya? Maksudnya orangtua sudah memberi teladan dan juga membiasakan yang baik tapi kurang berhasil; atau istilahnya anak tidak menurut.
Jawab:
Metode CM ini sebenarnya yang utama adalah filosofinya. Melalukan teknis tanpa memahami filosofinya, kata CM, kemungkinan besar akan gagal. Sebab pendidikan memang bukan semata teknis belaka. Ada nilai-nilai yang ditransfer di dalam prosesnya. Untuk itu, cara praktis memulai metode CM : pahami filosofinya! Dalam bukunya, CM mengajak para orangtua berpikir dan memutuskan teknis mana yang paling baik untuk keluarganya. Sebab setiap keluarga unik dan tidak bisa disamakan.

Melengkapi sedikit soal orangtua yang sudah memberi teladan soal kebiasaan baik tapi kurang berhasil. Bisa jadi caranya kurang tepat. Ingat, disiplin berarti melatihkan kebiasaan baik secara teratur, terencana, dan konsisten. Barangkali dalam hal ini kita bisa bertanya dalam diri: apakah kebiasaan baik yang ingin anak kuasai sudah kita latihkan dengan teratur? Terencana? Konsisten? Ingat, tidak perlu borongan. Latihkan saja 1 kebiasaan baik dalam satu waktu. Yang pasti orangtua harus bisa selalu memastikan dan mengawal bahwa itu sungguh dilakukan oleh anak. Karena itu satu saja, tapi terus dan konsisten

Tanya:
18. 
Apakah metode CM juga mempelajari batasan-batasan kemampuan, karakter, dan daya pikir seseorang?
Jawab:
Usaha yang sama bisa menghasilkan sesuatu yang berbeda tentunya, karena CM percaya bahwa children are born person. Tapi bukan berarti tidak bisa, hanya pada anak tertentu barangkali usahanya perlu lebih keras. Kedua anakku misalnya, memiliki karakter dasar yang sangat berbeda. Menerapkan habit baru pada keduanya, meski dengan cara yang sama, hasilnya bisa berbeda. Tapi disitulah menurut CM kita harus mempelajari fisiologi dan psikologi, kita boleh saja memakai teknik teknik pendekatan lain sepanjang sesuai dengan filosofi dasarnya.

Tanya:
19. Parameter apa saja yang dapat mendukung seseorang bisa mengikuti metode CM? Maksudnya apakah semua orang bisa melaksanakan metode CM mengingat kemampuan berfikir setiap orang berbeda.
Jawab:
Metode CM ini sebenarnya berlandaskan pada kebenaran universal. Jadi rasanya semua kalangan dan semua orang bisa mempergunakannya. Fasilitator kami saat acara Temu Raya Praktisi CM tahun lalu, memiliki anak berkebutuhan khusus, dan ia merasa sangat bersyukur bisa mempraktekkan metode CM pada anaknya tersebut. Metode CM telah membantu sang anak untuk lebih baik dalam bersikap dan juga lebih terstruktur dalam berpikir.

Tanya:
20. Pendidikan karakter CM, dengan keteladanan orangtua, pelatihan dan pembiasaan yang terencana dan tersusun rapi; bagaimana kalau CM baru kami terapkan pada usia anak 11 tahun, apakah bisa efektif?
Jawab:
Sangat bisa. Yang penting mulai dari pahami filosofinya. Sembari berjalan anak bisa diajak menyelami ide-ide dalam living books atau ide-ide dari ibu alam. Ajak anak main di alam bebas sehingga ibu alam bisa mengajarinya sesuatu.

Tanya:
21. Anak saya 2 orang. Satu usia 5 tahun, yang kedua 2 tahun; semua perempuan. Anak pertama itu sangat suka bersosialisasi, suka berteman dengan siapa saja dan suka berkenalan dengan orang baru di sekitarnya. Sedangkan yang ke 2 pendiam dan tidak suka keramaian. Bagaimana cara membentuk Karakter anak-anak saya sesuai dengan kepribadian mereka yg berbeda? Bagaimana caranya supaya anak saya yang pertama tidak terpengaruh oleh kebiasaan, sikap dan sifat teman-temannya yang negatif mengingat dia sangat suka bergaul dengan siapa saja?
Jawab:
Wah anak-anaknya sama persis dengan anak anakku. Dua perempuan. Si kakak berkarakter sosial dan si adik sebaliknya. Untuk si kakak biasanya saya mengontrol sosialisasinya. Saat ia masih kecil dulu, saat sudah mulai terlalu lepas kendali biasanya saya ajak dia berkegiatan di rumah dulu. Istilahnya didetoks dulu. Kalau sudah oke baru keluar lagi.

Saya ukur dulu sejauh mana dia sanggup menahan beban ujian dari teman temannya. Jika saya lihat dia tidak mampu, ya saya batasi. Di rumah banyak saya ajak bicara, banyak masukkan ide ide hidup, dan juga mengajaknya berefleksi. Seiring dengan berjalannya waktu dia memang semakin kuat dalam menghadapi ujian dari teman-temannya. Bagaimana kita berenang di tempat kotor tanpa menjadi terkontaminasi dengan kotoran itu sendiri. Peer besar memang, tapi habit ini memang harus dilatih pelan pelan.

Penutup

Ayu mengirim satu gambar sebagai kalimat penutup. Tulisan di gambar adalah:
Menjadi orangtua itu luar biasa. Tidak ada promosi, kehormatan, yang bisa dibandingkan dengannya. Orangtua seorang anak bisa jaadi membesarkan sosok yang kelak terbukti sebagai berkat bagi dunia.

Juga disertai kalimat berikut:
Saya percaya, Tuhan menitipkan anak-anak pada kita bukan sekedar asal menitipkan. Tapi Dia punya harapan yang besar agar kita bisa mendidik anak-anak yang kelak bisa memiliki kontribusi pada bumiNya.

Terima kasih, Ayu. Terima kasih, Maria. Terima kasih, Charlotte. Terima kasih, Gusti Allah. 

Comments

Popular Posts